etika dan sistem etika
BAB I. PENDAHULUAN
Masalah etika merupakan masalah yang
makin mendapat perhatian di dunia, bahwa cita-cita reformasi untuk membangun
Indonesia Baru harus dilakukan dengan
cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan
yang dibangun oleh Orde Baru. Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah
masyarakat sipil demokratis, adanya dan ditegakkannya hukum untuk supremasi
keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan
rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga
masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia.
Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi atau perombakan tatanan kehidupan
Orde Baru adalah sebuah "masyarakat multikultural Indonesia" dari
puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang bercorak "masyarakat
majemuk" ( pluralsociety ). Sehingga, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsaa dan
kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat
Indonesia.
Acuan utama bagi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah
ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik
secara individual maupun secara kebudayaan (Fay 1996, Jar y dan Jary 1991,
Watson 2000). Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk
juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti
sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat
yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut
(Reed, ed. 1997). Model multikultur alisme ini sebenarnya telah digunakan
sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang
dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam
penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: "kebudayaan bangsa
(Indonesia) adalah puncak- puncak kebudayaan di daerah".
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Konsep-Konsep Dasar
Sebelum
membahas pengertian etika politik ter lebih dulu harus dipahami arti konsep-konsep
dasar yang erat kaitannya seperti etika, moral, nor ma dan nilai sebagai
berikut :
1. Etika
Secara
etimologi etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti watak, adat ataupun
kesusilaan. Jadi etika pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu kesediaan
jiwa seseorang untuk senantiasa patuh kepada seperangkat aturan-aturan
kesusilaan ( Kencana Syafiie, 1993). Dalam konteks f ilsafat, etika membahas
tentang tingkah laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih
banyak bersangkut dengan prinsip-pr insip dasar pembanaran dalam hubungan
dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Selanjutnya
etika dapat dibagi atas etika umum dan etika khusus.
Etika
umum mempertanyakan prinsip-pr insip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Sedangkan etika khusus membahas prinsip- prinsip itu dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus ter bagi menjadi etika
individual, yaitu membahas kewajiban manusia terhadap di diri sendir i dan
etika sosial membahasi kewaiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat
(Magnis-Suseno, 1987). Pada dasarnya etika membicarakan hal- hal yang berkaitan
dengan nilai- nilai seperti nilai baik dan buruk, nilai susila atau tidak
susila, nilai kesopanan, ker endahan hati dan sebagainya.
1.1 Sumber
kebaikan dan keburukan
Sumber kebaikan dan keburukan kemauan bebas untuk memilih Teori kemauan
bebas, yaitu: determinisme dan indeterminisme
Determinisme
Manusia sejak
semula sudah ditetapkan/direncanakan Determinisme materialistis :Manusia serba
materi Hukum alam
- Darwinisme
Manusia hasil perkembangan
alamiah.
Strunggle for
life, sur vival of the fittest =
perjuangan hidup, siapa yang kuat dialah yang hidup terus menerus
-
La Mettic ( Mesin), fourbach (atheisme)
Determinisme
– Religius Kekuasaan Tuhan menjadi prinsip penetapan tingkah laku manusia
Indeterminisme
v
Manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan memilih
v
tanpa kemauan bebas manusia tidak mungkin mengetahui mor
al yang baik
1.2
Kriteria tentang baik dan buruk
v
-Hedonis me=kenikmatan
v
-Utilisme=kemanfaatan
v
-Vitalisme=kekuatan hidup/kekuasan. Persaingan adalah
dinamika hidup
v
-Sosialisme=pandangan masyarakat
v
-Religiusme=sesuai dengan kehendak Tuhan
v
-Homarisme=kodrat manusia (human-nature)
Religius
meIslam memiliki 5 kategor i
Baik : Baik
sekali = wajib; Baik = sunnat, Netral = mubah; buruk =makruh, buruk sekali =
haram
Humanisme tindakan yang baik adalah tindakan yang
sesuai dengan derajat manusia, tidak mengurangi/menentang kemanusiaan
v
Kebaikan berdasarkan kodratnya kebaikan kodrati
v
Kebaikan yang mengatasi kodrat kebaikan adi
kodrati/kebaikan wahyu Tuhan
v
Akal budi pener ang baik bur uknya tindakan
v
Hati nurani indeks (petunjuk), indeks (hakim, index
(penghukum)
1.3
Pendekatan Etika
v
Normatif Etik
melalui penelaahan dan penyaringan ukuran-ukur an normatif seseorang
berperilaku sesuai dengan norma yang telah disepakati baik lisan maupun tulisan
v
Deskr iptif Etik
sadar akan kebaikan etika tapi tidak merasa perlu mentaatinya secara keseluruhan
v
Practical Etik
sadar memper lakukan etika sesuai status dan kemampuannya
1.4 Norma
Dasar Etika (metaethics)
Norma
ke-Tuhanan (Hablum Minallah) Manusia berperilaku etika melaksanakan perintah atau menjauhi larangan
Tuhan, Norma kemanusiaan (Hablum
Minannas) Perilaku Etika berakibat baik
pada kehidupan bersama dalam bermasyarakat.
1.5
Prinsip-Prinsip Etika
The Great
Ideas : A syntopicon of Great Books of western Wor ld
Ø
120 macam ide
agung enam landasan prinsipil etika :
v
Prinsip keindahan (beauty)
v
Prinsip persamaan ( Equality)
v
Prinsip Kebaikan (Good)
v
Prinsip Keadilan ( justice)
v
Prinsip Kebebasan (library)
v
Prinsip kebenaran (truth)
PRINSIP
KEINDAHAN
Hidup ini
indah/ bahagiaPenampilan yang serasi dan indah, penataan ruangan kantor
PRINSIP
PERSAMAAN
Hakekat
kemanusiaan per samaan / kesederajatan
Menghilangkan per ilaku diskr iminatif Perlakuan pemerintah terhadap daerah/
warga negara harus sama tinggi rendahnya urgensi/prioritas
PRINSIP
KEBAIKAN
v
Kebaikan sifat/karakterisasi dar i sesuatu yang
menimbulkan pujian Good (baik)
v
Good persetujuan,
pujian, keunggulan atau ketepatan
v
Kebaikan ilmu pengetahuan
v
objektivitas. Kemanfaatan dan rasionalitas.
Kebaikan
tatanan social sadar hukum, saling hormat
PRINSIP
KEADILAN
v Romawi Kuno
Justice est contants et perpetua voluntas ( justice)jus suum curque tri buendi
v Keadilan kemauan
yang tetap dan kekal untuk member ikan kepada setiap orang apa yang semestinya
PRINSIP
KEBEBASAN
v
Kebebasan keleluasaan untuk bertindak /tidak bertindak
berdasarkan pilihan yang tersedia
v
Kebebasan :
-Kemampuan
menentukan diri sendiri
-Kesanggupan
untuk mempertanggungjawabkan perbuatan
-Syarat-syarat
yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihan-pilihannya beserta
konsekuensinya
v
Kebebasan tidak ada tanpa tanggung jawab. Tak ada
tanggung jawab tanpa kebebasan
PRINSIP
KEBENARAN
v
Teori-teori kebenaran
v
Kebenaran dalam pemikiran (truth in the mid) Kebenaran
dalam kenyataan (truth in the reality)
2. Moral
Moral merupakan patokan-patokan,
kumpulan peraturan lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup
dan bertindak agar mnejadi manusia yang lebih baik. Moral dengan etika
hubungannya sangat erat, sebab etika suatu pemikiran kr itis dan mendasar
tetang ajaran-ajaran dan pandangan moral dan etika merupakan ilmu pengetahuan
yang membahas prinsip-prinsip moralitas (Devos, 1987). Etika merupakan tingkah
laku yang bersifat umum universal ber wujud teori dan bermuara ke moral,
sedangkan moral bersifat tindakan lokal, berwujud praktek dan berupa hasil buah
dari etika. Dalam etika seseorang dapat memahami dan mengerti bahwa mengapa dan
atas dasar apa manusia harus hidup menurut norma- norma tertentu, inilah
kelebihan etika dibandingkan dengan moral. Kekurangan etika adalah tidak
berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang,
sebab wewenang ini ada pada ajar an
moral.
3. Norma
Norma adalah aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang mengikat warga masyarakat atau kelompok tertentu dan
menjadi panduan, tatanan, padanan dan pengendali sikap dan tingkah laku
manusia. Agar manusia mempunyai harga, moral mengandung integr itas dan
martabat pribadi manusia. Sedangkan derajat kepribadian sangat ditentukan oleh
moralitas yang dimilikinya, maka makna moral yang terkandung dalam kepribadian
seseor ang tercermin dar i sikap dan tingkah lakunya. Oleh karena itu, norma
sebagai penuntun, panduan atau pengendali sikap dan tingkah laku manusia.
4. Nilai
Nilai pada hakikatnya suatu sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek, namun bukan objek itu sendir i.Nilai
mer upakan kualitas dari sesuatu yang ber manfaat bagi kehidupan manusia, yang
kemudian nilai dijadikan landasan, alasan dan motivasi dalam bersikap dan
berperilaku baik disadari maupun tidak disadari. Nilai merupakan harga untuk
manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bhasa
Indonesia,2000) .
Nilai
akan lebih bermanfaat dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka harus
lebiih di kongkritkan lagi secara objektif, sehingga mamudahkannya dalam
menjabarkannya dalam tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma hukum, norma
agama, norma adat istiadat dll.
B. Etika
Politik
Etika politik adalah filsafat moral
tentang dimensi politik kehidupan manusia. Karena itu, etika politik
mempertanyakannya tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan
sebagai warga negar a terhadap negara, hukum dan sebagainya (lihat
magnis-suseno : 1986). Selanjutnya dijelaskan bahwa Dimensi Politis Manusia adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan.
Jadi yang menjadi ciri khas suatu pendekatan yang disebut Politis adalah pendekatan itu trejadi dalam
kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan.
Dimensi politis itu sendiri memiliki dua
segi fundamental yang saling melengkapi, sesuai kemampuan fundamental manusia
yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Struktur ganda ini, tahu
dan mau dapat diamati dalam semua bidang kehidupan
manusia.
Sesuai kemampuan ganda manusia, maka
ada dua cara menata masyarakat yaitu penataan masyarakat yang nor matif dan
efektif (Magnis-Suseno : 1986). Lembaga penataan normatif masyarakat adalah
hukum. Hukumlah yang member itahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana
mereka harus bertindak. Hukum terdir i dari nor ma-norma bagi perilaku yang
benar dan salah dalam masyarakat. Tetapi hukum hanya
bersifat normatif dan tidak efektif. Artinya, hukum sendiri tidak bisa
menjamin agar anggota masyarakat patuh kepada nor ma-normanya. Sedangkan
penataan yang efektif dalam menentukan perilaku masyarakat hanyalah lembaga
yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya. Lembaga itu adalah
Negara. Karena itu hukum dan kekuasaan Negara menjadi bahasan utama etika
politik. Tetapi perlu di pahami bahwa baik
hukum maupun Negara
memerlukan legitimasi.
Legitimasi Kekuasaan Inti permasalahan
etika politik adalah masalah Legitimasi etis kekuasaan yang dapat di rumuskan
dalam pertanyaan: atas hak moral apa seseorang atau
sekelompok orang memegang dan mempergunakan kekuasaan yang mereka miliki ?
betapapun besarnya kekuasaan, selalu dituntut pertanggung jawaban. Karena itu,
etika politik menuntut agar kekuasaan dilaksanakan sesuai dengan hukum yang ber
laku (Legalitas), disahkan secara demokratis (Legitimasi Demokratis)
dan tidak bertentangan dengan pr insip-pr insip dasar moral (Legitimasi
Moral). Ketiga tuntutan itu dapat disebut Legitimasi nor matif atau etis
(Magnis-suseno:1987). Selanjutnya dijelaskan kr iteria-kriteria legitimasi
yaitu legitimasi sosiologis, legalitas, dan legitimasi etis sebagai beriku:
1.
Legitimasi Sosiologis
Paham sosiologis tentang legitimasi.
Mempertanyakan motivasi-motivasi apakah yang nyata-nyata membuat masyarakat mau
mener ima kekuasaan atau wewenag seseor ang, sekelompok orang atau penguasa.
Magnis-Suseno menyebutkan motivasi penerimaan kekuasaan sebagaimana dirumuskan
oleh Max Weber yaitu : (1) Legitimasi
Tradisional yakni keyakinan dalam suatu masyar akat tradisonal, bahwa pihak
yang menurut tradisi lama memegang pemerintahan memang berhak untuk memerintah,
misalnya golongan Bangsawan atau keluarga raja dan memang patut untuk ditaati.
(2) Legitimasi Kharismatik Berdasarkan perasaan kagum, hormat,dan cinta
masyarakat terhadap seseorang pribadi yang sangat mengesankan sehingga
masyarakat bersedia taat kepadanya. (3)
Legitimasi rasional-Legal Berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum
rasional yang melandasikedudukan seseorang atau penguasa.
2. Legalitas
;
Suatu tindakan adalah legal apabila
dilakukan sesuai dengan hokum atau peraturan yang berlaku. Jadi legalitas
adalah kesesuaian dengan hokum yang berlaku. Legalitas menuntut agar kekuasaan
ataupun wewenang dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku. Jadi suatu tindakan
adalah sah apabila sesuai, tidak sah apabila tidak sesuai dengan hukum yang ber
laku. Karena itu legalitas merupakan salah satu kriteria keabsahan suatu
kekuasaan atau wewenang.
3.
Legitimasi Etis ;
Legitimasi etis mempersoalkan
keabsahan wewenang ataupun kekuasaan politik dari segi norma-norma moral.
Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan pemerintah apakah
Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif dipertanyakan dari segi norma- norma
moral. Pertanyaan yang timbul merupakan unsur penting untuk mengarahkan kekuasaan
dalam menggunakan kebijakan-kebijakan yang semakin sesuai tuntutan
kemanusian yang adil dan beradab.
C.
Pancasila Sebagi Sumber Etika
Tataran nilai
yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan system nilai dalam kehidupan
manusia. Secara teoritis nilai-nilai pancasila dapat dir inci menurut jenjang
dan jenisnya.
1
.Menurut j enjangnya sebagai berikut:
v Nilai Religius ;Nilai ini menempati nilai yang
tertinggi dan melekat / dimiliki Tuhan Yang Maha Esa yaitu nilai yang Maha
Agung, Maha Suci, Absolud yang tercer min pada Sila pertama pancasila
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa .
v Nilai Spir
itual ;Nilai ini
melekat pada manusia, yaitu budi peker ti, perangai, kemanusiaan dan kerohanian
yang tercermin pada sila kedua pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan
beradab .
v
Nilai Vitalitas;Nilai
ini melekat pada semua makhluk hidup, yaitu mengenai daya hidup,kekuatan hidup
dan pertahanan hidup semua makhluk. Nilai ini tercerminpada sila ketiga dan
keempat dalam pancasila yaitu Persatuan
Indonesiadan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam per musyawaratan / perwakilan
v Nilai Moral;Nilai ini melekat pada prilaku hidup semua
manusia, seperti asusila,perangai, akhlak, budi pekerti, tata adab, sopan santun,
yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu
Kemanusiaan yang adil dan Beradab .
v Nilai Materil;Nilai ini melekat pada semua benda-benda
dunia. Yang wujudnya yaitu jasmani, badani, lahir iah, dan kongkr it. Yang
tercer min dalam sila kelima pancasila yakni
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
2.Menurut
jenisnya sebagai berikut:
v Nilai Ilahiah ialah nilai yang dimiliki Tuhan Yang
Maha Esa, yang melekat pada manusia yaitu berwujud harapan, janji, keyakinan,
kepercayaan, persaudaraan, persahabatan.
v Nilai Etis ialah nilai yang dimiliki dan melekat
pada manusia, yaitu ber wujud keberanian,kesabaran, rendah hati, murah hati,
suka menolong,kesopanan, keramahan.
v Nilai Estetis melekat pada semua makhluk duniawi,
yaitu ber upa keindahan,seni, kesahduan, keelokan, keharmonisan.
v Nilai I ntelek yaitu melekat pada makhluk manusia,
berwujud ilmiah,r asional, logis, analisis, akaliah.
Selanjutnya
secara konsepsional nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila terdiri dari
nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis.
Ø
Nilai dasar;
Merupakan prinsip yang bersifat sangat
Abstrak, umum-univer sal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dengan
kandungan kebenaran bagaikan Aksioma,berkenaan dengan eksistensi, sesuai
cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya yang pada dasar nya tidak
berubah sepanjang zaman. Nilai dasar Pancasila bersifat Abadi, Kekal, yang
tidak dapat berubah,wujudnya ialah sila- sila pancasila : Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam per musyawaratan / perwakilan dan
keadilan social bagi selur uh rakyat Indonesia.
Juga
dapat ditemukan dalam 4 alinea pembukaan UUD 1945 dan pokok-pokok pikiran
yaitu; Dalam pembukaan UUD 1945 :
v
Alinia 1= mencerminkan keyakinan kemerdekaan ialah hak
segala bangsa,perikemanusian dan perikeadilan. Konsekuensi logisnya adalah
penghapusan penjajahan diatas muka bumi.
v
Alinia 2= menegaskan cita-cita nasional/cita-cita
kemerdekaan, negara yangmerdeka,
bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur.ketegasan tersebut mengandung makna falsafah yang
mendasar (cita-cita Negara).
v
Alinia 3= memuat pernyataan kemerdekaan untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas (eksistensi / cita-cita) memuat watak aktif dari masyarakat Indonesia
yang menyatakan merdekaaan.
v
Alinia 4= memberi arahan tentang tujuan Negara, susunan
Negara, system pemerintahan Negara, dan dasar
Negara.
Nilai-nilai
dasar ini merupakan asas-asas yang kita terima sebagai dalil dan bersifat
mutlak.Dalam pokok-pokok pikiran yaitu:-Persatuan, -Keadilan sosial,
-Kedaulatan rakyat, -Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
Ø
Nilai Instrumental :
Berupa penjabaran nilai dasar, yaitu
arahan kiner ja untuk kurun waktu tertentu dan kondisi tertentu. Sifat kontektual,
harus disesuaikan dengan tuntutan jaman. Nilai Instrumental berupa kebijakan,
strategi, system, rencana, program dan proyek.Pelaksanaan umum dar i nilai
dasar, biasanya dari wujud norma sosial ataupun nor ma hukum yang selanjutnya
akan terkristalisasi dalam lembaga- lembaga yang bersifat dinamik. Menjabarkan
nilai dasar yang umum kedalam wujud kongkrit, sehingga dapat sesuai dengan
perkembangan jaman, merupakan semacam tafsir politik ter hadap nilai dasar umum
tersebut.
Nilai instrummental terpengaruh oleh
waktu, keadaan, dan tempat, sehinggasifat dinamis, berubah, berkembang, dan
enovatif. Kontektualisasi nilai dasar harus dijabarkan secara kreatif dan
dinamik kedalam nilai instrumental penjabaran nilai dasar terwujud ke dalam: TAP MPR,
PROPENAS UNDANG-UNDANG, DAN
PERATURAN PELAKSANAAN.
Ø
Nilai Praksis
Nilai yang dilaksanakan dalam
kenyataan hidup sehar i-har i, istilahPRAKSI S
tidak seluruhnya sama maknanya dengan istilah PRAKTEK . Praksis harus selalu Pased on
Values, sedangkan Praktek bisa bersifat Value Free, maka secara hierarkhis
praksisi berada dibawah nilai instrumental dan menjabarkan nilai instrumental tersebut secara taat asas
(konsisten).
Merupakan interaksi antara nilai
instrumental dengan situasi kongkrit pada tempat dan waktu tertentu.juga
merupakan gelanggang pertarungan antara idealism dengan realitas, yang tidak
dapat sepenuhnya kita kuasai, ada kalanya justru kondisi objektif itu yang jauh
lebih kuat dari nilai praksis berupa nilai yang sebenarnya kita laksanakan
dalam kehidupan kenyataan sehari-hari, contohnya = memelihara persahabatan.
Berbagai wujud penerapan Pancasila
dalam kenyataan sehari-hari, baik oleh para penyelenggara Negara maupun oleh
masyarakat Indonesia sendiri, misalnya dalam kerukunan hidup beragama, praksisnya:
silahturahmi antar umat ber agama, melakukan dialog antar umat beragama,
toleransi dan saling menghormati.antar umat beragama.
Aktualisasi
Pancasila sebagai dasar etika tercermin dalam sila-silanya, yaitu:
v
Sila pertama:
menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai kebebasannya dalam
menganut agama dan kepercayaannya masing-masing, ser ta menjadikan ajaran-
ajaran sebagai anutan untuk menuntun ataupun mengarahkan jalan hidupnya.
v
Sila kedua:
menghormati setiap orang dan warga negar a sebagai pribadi (personal) utuh
sebagai manusia , manusia sebagai subjek pendukung, penyangga, pengemban, serta
pengelola hak-hak dasar kodrati yang merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi
dirinya secara bermar tabat.
v
Sila ketiga:
bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi-segmentasi atau
primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat
Bhinneka Tunggal Ika - ber satu dalam perbedaan dan
berbeda dalam persatuan .
v
Sila
keempat :kebebasan,kemerdekaan,dan kebersamaan dimiliki dan dikembangkan
dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka
dalam menata berbagai aspek kehidupan.
v
Sila kelima:
membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial yang mencakup
kesamaan derajat (equality) dan pemerataan (equity) bagi setiap orang atau
setiap warga negara.
Sila-sila
dalam pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan
dirinya sebagai sebagai referensi kritik sosial kritis, kompr ehensif, serta
sekaligus evaluatif bagi etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa ataupun
ber negara. Konsekuensi dan
implikasinya ialah bahwa
norma etis yang mencer minkan satu sila akan mendasari
dan mengarahkan sila-sila lain.
D.
Etika Kehidupan Berbangsa (Tap MPR No 01/MPR/2001)
D.1
Tanda-tanda mundurnya pelaksanaan et ika berbangsa
v
-Konflik sosial berkepanjangan
v
-Berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam kehidupan
sosial
v
-Melemahnya kejujuran dan sikap amanah
v
-Pengabaian ketentuan hukum dan peraturan
D.2
Faktor-faktor penyebab mundurnya pelaksanaan etika
Faktor
internal :
v
-Lemahnya penghayatan dan pengamalan agama
v
-Sentralisasi di masa lalu
v
-Tidak berkembangnya pemahaman/penghargaan kebinekaan
v
-Ketidakadilan ekonomi
v
-Keteladanan tokoh/pemimpin yang kurang
v
-Penegakan hukum yang tidak optimal
v
-Keterbatasan budaya lokal merespon pengaruh dari luar
v
-Meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian dan
narkoba
Faktor
Eksternal :
v
-Pengaruh globalisasi
v
-Intervensi kekuatan global dalam panutan kebijakan
nasional
D.3
Pokok-Pokok Etika Berbangsa
v
Etika
sosial budaya - Kejujuran
v
Etika politik pemerintahan - Amanah, tanggung jawab
v
Etika ekonomi dan bisnis - Keteladanan
v
Etika penegakan hokum - Sportifitas
v
Etika keilmuan - Disiplin,
etos kerja Kemandirian
v
Etika lingkungan - Toleransi, rasa malu
D.4 Good
Governance Sebagai Etika Pemerintahan
v
Partisipasi
v
Aturan Hukum (r ule of law)
v
Transparansi
v
Daya tanggap (r esponsiveness)
v
Berorientasi konsensus (Consensus Orientation)
v
Berkeadilan (Equity)
v
Akuntabilitas (Accountability)
v
Bervisi strategis (Strategic vision)
v
Efektifitas dan efisiensi
v
Saling keterkaitan (interrelated)
D.5
Strategi/pendekatan peningkatan etika
v
Pendekatan larangan (Don‘t Approach)
v
Pendekatan Untung- rugi (Cost – Benefit Approach)
v
Pendekatan sistem (system appr oach)
v
Pendekatan kerjakan (Do Approach)
E.
Pemberdayaan Etika Pancasila dalam Konteks Kehidupan Akademik
Pancasila sebagai dasar etika dalam
kehidupan ber masyarakat, berbangsa, dan bernegara diberdayakan melalui
kebebasan akademik untuk mendasari suatu sikap mental atau attitude. Kebebasan
akademik adalah hak dan tanggung jawab seseorang akademisi. Hak dan tanggung
jawab itu terkait pada susila akademik, yaitu;
1) Curiosity ,dalam arti terus menerus mempunyai
keinginan untuk mengetahui hal-hal baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
tidak mengenal titik henti, yang berpengaruhi dengan sendirinya terhadap
perkembangan etika;
2) Wawasan , luas dan mendalam, dalam arti bahwa nilai-nilai etika
sebagai norma dasar bagi kehidupan suatu bangsa dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara tidak terlepas dar i unsur-unsur budaya yang hidup dan berkembang
dengan cir i-ciri khas yang membedakan bangsa itu dari bangsalain;
3) Terbuka, dalam arti luas bahwa kebenar an
ilmiah adalah sesuatu yang tentatif, bahwa kebenaran ilmiah bukanlah sesuatu
yang hanya sekali ditentukan dan bukan sesuatu yang hanya sekali ditentukan dan
bukan sesuatu yang tidak dapat diganggu gugat, yang implikasinya ialah bahwa
pemahaman suatu norma etika bukan hanya tekstual, melainkan juga kontekstual
untuk diberi makna baru sesuai dengan kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat;
4) Open
mindedness,dalam arti
rela dan rendah hati ( modest) bersedia menerima kritik dar i pihak lain
terhadap pendirian atau sikap intelektualnya;
5) Jujur,dalam arti menyebutkan setiap sumber
atau infor masi yang diperoleh dari pihak lain dalam mendukung sikap atau
pendapatnya; ser ta
6) Independen,dalam arti beranggungjawab atas sikap
dan pendapatnya, bebas dari tekanan atau
kehendak yang dipesankan oleh
siapa pun dan dari manapun. Pancasila sebagai core philoshopy bagi kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara ,juga meliputi etika yang sarat dengan
nilai-nilai filsafati,jika memahami pancasila tidak di landasi pemahaman
segi-segi filsafatnya maka yang di tangkap hanyalah segi-segi filsafatnya ,
fenomenalnya tanpa menyentuh inti khakikinya.
BAB
III. PENUTUP
A.Kesimpulan
Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas
masalah baik dan buruk . Ranah pembahasannya meliputi kajian praktis dan
refleksi filsafati atas moralitas secara normatif. Kajian praktis menyentuh
moralitas sebagai perbuatan sadar yang
dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang mengatur perbuatan
baik (susila) dan buruk (asusila). Adapun refleksi filsafati mengajarkan bagaimana
tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral tersebut dapat
dijawab secara rasional dan bertanggungjawab. Pancasila sebagai core philosophy
bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, juga meliputi etika
yang sarat dengan nilai-nilai filsafati; jika memahami Pancasila tidak
dilandasi dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah
segi- segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segi- segi fenomenalnya
saja, tanpa menyentuh inti hakikinya. Pancasila merupakan hasil kompromi
nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa Indonesia menempatkan kedudukan
setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara penganut agama
mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak membedakan unsur lain seperti
jender, budaya, dan daerah.
Tapi banyak isu sara yang masih terjadi dalam
masyarakat, penyebabnya adalah perilaku masyarakat dan negara cenderung
menunjukkan inkonsistensi dengan Pancasila. Hal tersebut berkaitan dengan belum
tersusunnya filsafat Pancasila ke dalam sistem perilaku masyarakat. Di sisi
lain berbagai kebijakan perundang- undangan, peraturan pemerintah, peraturan
daerah, meskipun secara verbal menyebut Pancasila sebagai sumber, isinya justru
bertentangan dengan Pancasila